Gaung: Sebuah Pengantar
Pada tahun 1970-an, sekumpulan
mahasiswa bergerilya di balik kesunyian. Mereka menamai kelompoknya “GAUNG”.
Jelmaan dari pergerakan mereka adalah stensilan. Konon katanya, sejak saat itu,
nama GAUNG sudah dikenal di kalangan mahasiswa FIB UI lewat stensilan yang
jadi alat komunikasi antarmahasiswa.
Barangkali, citra menakjubkan
tersebut telah memudar, atau bahkan hangus terbakar di kepala mahasiswa FIB UI
zaman kiwari. GAUNG tidak lagi menggaung. Bahkan, beberapa orang yang masih
mengetahui keberadaan GAUNG dengan seringai congkak menyebut GAUNG sebagai
majalah akhir tahun.
Penulis GAUNG saban hari semakin
mirip dengan tempenya Sandiaga Uno, tipis seperti kartu atm alias sedikit. Padahal,
sebagai salah satu biro yang aktif, GAUNG memiliki potensi untuk terus mengembangkan
diskusi di lingkungan kampus. Sayangnya, kemungkinan tersebut terkikis oleh
minimnya penulis Media GAUNG.
Bagi sebagian kalangan, upaya
GAUNG barangkali sering dipertanyakan. “Apakah media cetak masih harus
dipertahankan?”. Tentunya, hal yang ingin dicapai bukan persoalan cetak-mencetak.
Kalau urusan itu, mas-mas fotokopi gedung satu mungkin lebih paham.
Keluhan-keluhan seperti itu, kami
tangkap sebagai sebuah kritik yang tentu perlu diperhatikan. Melalui
pembicaraan tersebut, upaya untuk mempertahankan sebuah jaringan komunikasi
antarmahasiswa yang diharapkan berguna sebagai bahan diskusi yang berkelanjutan
kian mantap. Untuk menjawab keluhan-keluhan seperti itu, kami membentuk sebuah
media daring guna mempertahankan api yang hampir padam.
Salam Hangat,
Media GAUNG
Media Komunikasi dan
Kreasi
Biro pers mahasiswa
di bawah naungan Ikatan Keluarga Sastra Indonesia FIB UI
media.gaung@gmail.com
0 Komentar